Beranda Kabar Kampus Meretas Tindak Korupsi dalam Pemerintahan: Terkikisnya Mentalitas Pejabat Publik hingga Bermain ”Aci-Aci”

Meretas Tindak Korupsi dalam Pemerintahan: Terkikisnya Mentalitas Pejabat Publik hingga Bermain ”Aci-Aci”

30
0

Oleh Anak Agung Putu Sugiantiningsih

Pulau Bali terkenal dengan keberagaman seni budaya serta adat istiadat di 9 (Sembilan) Kabupaten/Kota. Bali mayoritas penduduknya beragama Hindu. Kehidupan masyarakat Bali yang harmonis sangat dipercaya karena adanya pertolongan dari Tuhan, dalam manifestasinya sebagai Dewa-Dewi, menghaturkan sesaji atau persembahan wujud bhakti pada manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dalam upacara Yadnya yaitu upacara pengorbanan suci tulus ikhlas yang diselenggarakan masyarakat Hindu. Masyarakat Hindu Bali sangat percaya akan hal tersebut. Begitu pula masyarakat pendatang termasuk masyarakat mancanegara. Walaupun hanya singgah di Bali, mereka begitu menghormati Pulau dengan julukan Seribu Pura ini.
Agama Hindu di Bali, tak pernah surut dengan kegiatan upacara adat dan agama. Yadnya setiap hari dilakukan. Rutinitas Ini menjadi kebiasaan masyarakat Bali. Untuk harmonisan Bhuana agung, Bhuana Alit sebagai cerminan terwujudnya Tri Hita Karana . Kentalnya adat, budaya serta agama Hindu di Bali, membawa Taksu Bali yang luar biasa di mata dunia. Kini dalam suasana pandemi covid-19, masyarakat Hindu di Bali tak henti-hentinya melakukan yadnya, untuk pulihnya situasi genting yang melanda Dunia hingga berimbas dengan kondisi ekonomi masyarakat Bali yang bertopang hidup dari sektor pariwisata. Segala upaya dilakukan, saling bahu-membahu membantu sesama. Berjibaku melawan virus mematikan yang telah melumpuhkan dunia termasuk pulau Bali tercinta.
Belum habis masalah covid-19, yang menoreh luka bangsa ini, malah tersiram lagi dengan air garam. Tentunya menambah perih luka yang masih ada. Sebut saja, bebarapa tindak tak terpuji dilakukan oknum pejabat publik yang notabene adalah tauladan bagi masyarakat. Dari ulah manten Menteri Sosial RI Juliari Peter Batubara yang melakukan tidak korupsi bantuan social covid-19. Dan tak kalah menghebohkan, ulah pejabat publik di Ibukota Provinsi Bali, yang mencoreng nilai-nilai kesucian dan keskralan makna upakara yadnya yang dilakukan umat Hindu di Bali, yang belum lama ini terkuak keterlibatan oknum pejabat Publik di lingkungan Kota Denpasar. “sebet”, melihat realitas seperti ini. Tindak korupsi terhadap dana Aci-aci (sarana/prasarana upakara atau upacara) di tahun anggaran 2019-2021, senilai Rp 1 miliar yang diselenggarakan di tingkat desa adat, banjar, subak, yang berada di bawah Dinas pimpinan oknum pejabat tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Denpasar, Yuliana Sagala, penetapan seorang pejabat publik pada wilayah pemerintahan Kota Denpasar, sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor 01/N.1.10/Fd.1/08/2021 tertanggal 5 Agustus 2021. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik kejaksaan memeriksa lebih dari 100 orang saksi. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara, tentang penegakan hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan (menjadi dasar bagi pemecatan yang dilakukan terhadap seluruh PNS yang telah dijatuhi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, SKB tersebut juga telah sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XVI/2018, yang mengatur bahwa, PNS diberhentikan tidak dengan hormat salah satunya karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Melihat fenomena sosial yang terjadi. disebutkan dalam kitab suci Hindu zaman ini disebut dengan Kaliyuga atau zaman kegelapan spiritual yang merupakan zaman terakhir dari zaman-zaman sebelumnya yaitu Dvaparayuga, Tretayuga dan Kertayuga. Kaliyuga suatu zaman yang ditandai dengan prilaku adharma yaitu merosotnya kualitas moral disemua aspek kehidupan, tanda-tanda zaman itu sangat jelas kita saksikan disekitar kita seperti anak sudah berani melawan orang tua, umur manusia semakin pendek, kejahatan merajalela, sifat-sifat mementingkan diri sendiri, korupsi justru dilakukan oleh orang-orang yang sudah berkecukupan secara materi, bahkan berani mengkorupsikan hak masyarakat tidak mampu, bahkan berani mengkorupsikan seajen (aci-aci) yang akan dipersembahkan untuk Tuhan. Semua tanda-tanda ini kalau dibiarkan tanpa upaya pembenahan jelas akan berpotensi menghancurkan seluruh kehidupan beserta tatanannya.
Mari kita semua coba meresapi dan merenungkan kembali lebih dalam lagi, kenapa semua ini semakin hari semakin menjadi-jadi, seakan-akan tanpa kendali diri, tanpa dosa. Apa sebenarnya yang salah atau siapa yang salah. Ada kalangan berpendapat, bahwa semua ini akibat dihapusnya pendidikan budi pekerti. Namun jika dicermati lagi, sebagai generasi yang tua-tua ini yang dulu ketika sekolah semua mendapatkan pendidikan budi pekerti justru getol melakukan korupsi. Ini sebuah fakta yang terjadi dimana-mana di bumi Indonesia ini, sangat menyedihkan memang menyandang gelar sebagai salah satu Negara terkorup di dunia.
Penyebab utamanya adalah pembangunan mental spiritual yang dilakukan selama ini tidak mendapatkan porsi yang cukup dalam membangun jati diri kita dan orientasi manusia modern adalah materi.

*) Penulis adalah dosen Stispol Wira Bhakti Denpasar

Artikel sebelumyaKasus Covid-19 Meningkat Krematorium Kelabakan, Penyegeraan Rencana Krematorium di Desa Pakraman Denpasar
Artikel berikutnyaMiskin tapi Cengeng