Hentikan “Phubbing”, Jaga Keutuhan Sosial “Krama” Bali

I Nengah, Merta Hentikan “Phubbing”, Jaga Keutuhan Sosial “Krama” Bali. wartamasa.com.

[thumbnail of Jurnal wartamasacom.pdf] Text
Jurnal wartamasacom.pdf - Published Version

Download (128kB)

Abstract

Menghayati hakekat kehidupan sosial orang Bali, khususnya kehidupan sosial masyarakat di perdesaan menggambarkan sebuah keunikan yang tiada tara.
Seperti dilansir dari Bali Travel News, seorang turis asal Swiss, Mr. Luggli terkagum-kagum dan mengatakan tak ada yang menyamai keramah-tamahan dan kebaikan orang Bali yang sangat unik di dunia. “Orang Bali sangat bersahabat dan mudah bergaul. Hubungan kekeluargaan mereka tetap dekat. Inilah yang membedakan dengan negara saya sangat individualistis. Semua orang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing,” katanya.
Bagi masyarakat Bali budaya seperti itu bukanlah sebuah keunikan karena memang begitu adanya. Tetapi oleh para turis asing tentu hal ini menjadi sangat unik dan berbeda dari beberapa tempat yang pernah dikunjunginya. Namun, kini masyarakat Bali sepertinya sudah mulai kehilangan rasa kepeduliannya yang ramah, sopan santun terutama dalam momen-momen kebersamaan dengan orang lain.
Dulu, interaksi sosial masyarakat Bali penuh etika, sopan santun, ramah kepada setiap orang. Namun, jangan tutup mata apa yang sedang terjadi saat ini? Interaksi sosial masyarakat Bali tergerus bersamaan dengan era digital akibat perkembangan teknologi.
Ciri ke-Bali-an yang hilang, adalah sebuah pertanda memudar bahkan hilangnya rasa kebersamaan ketika berkumpul dengan sesama, baik pada acara keluarga, acara adat/agama maupun saat acara resmi yang sangat membutuhkan perhatian khusus.
Pengamatan saya baru-baru ini di saat perayaan hari raya Galungan di kampung saya dengan jelas terlihat kepada semua pemedek yang hadir di pura ketika itu, hampir semua anak remaja, anak dewasa, orang tua bahkan anak-anak asyik dengan ponselnya masing-masing. Mereka terlihat melepaskan genggaman ponselnya hanya ketika saat ia berdoa atau sembahyang dan ketika pemangku menyiratkan tirta kepada mereka. Setelah itu kembali sibuk sendiri dengan gadget di tangannya, sehingga ia tidak perhatian lagi kepada orang yang berada di dekatnya. Akibatnya mereka semua saling mengabaikan orang yang ada di sekitar mereka. Tentunya pemandangan seperti ini sudah tidak asing lagi terjadi di tempat-tempat lainnya. Inilah yang disebut dengan phubbing yakni istilah sibuk main ponsel dan mengabaikan orang di hadapan kita.
Phubbing singkatan dari kata phone and snubbing diciptakan oleh Alex Haigh seorang Australia. Dalam penelitiannya menemukan fakta karena gadget orang mengabaikan sesama dalam masyarakat dan keluarga saat bertemu. Negara-negara maju sudah lebih dulu risau dengan kenyataan ini, terbukti pada sepuluh tahun silam, tepatnya pada Mei 2012 para ahli bahasa, sosiolog, dan budayawan berkumpul di Sydney University. Hasil pertemuan tersebut melahirkan satu kata baru dalam tata bahasa Inggris. Karena sudah menjadi fenomena yang sangat umum, dunia sampai memerlukan sebuah kata khusus untuk penyebutannya. Kini kata phubbing secara resmi sudah dimasukkan dalam Kamus Bahasa Inggris di berbagai negara. Memang sampai saat ini bahasa Indonesia belum memiliki kata serapan dari phubbing ini. Padahal, kita sendiri sering berbuat phubbing. Misalnya saat berbicara dengan petugas teller di bank, di kantor pos dan di kantor-kantor pelayanan lainnya tangan kita sambil memainkan gadget. Ketika menemani anak-anak mengerjakan tugas sekolah, setiap satu menit sekali kita melirik layar handphone kalau-kalau ada notifikasi yang masuk. Pada momen makan berdua di rumah makan pun atau restoran dengan suami atau istri, yang terjadi sekarang seringkali handphone diletakkan sedekat mungkin di sisi kita dan mampu menyela obrolan apapun ketika ada suara pesan dari medsos. Berarti kita sudah menjadi phubber sejati. Saat ini, hampir semua masyarakat Bali baik di perkotaan maupun di perdesaan memiliki handphone sehingga diprediksi perilaku phubbing bagi krama Bali akan makin parah dan makin meluas. Dalam jangka panjang hal ini akan berdampak buruk pada hubungan sosial krama Bali. Teman atau kenalan lama-kelamaan akan enggan bertemu muka dengan kita karena sering merasa diacuhkan.
Oleh karena itu, guna mempertahankan keutuhan hubungan sosial krama Bali mari kita kampanyekan anti-phubbing, hentikan phubbing, mari kita benahi diri sendiri. Tidak berarti kita berhenti gunakan handphone, tapi setidaknya kurangi phubbing sebisa mungkin. Hormatilah orang-orang di sekitar kita, jangan sampai kita dikatakan tidak mempunyai sopan santun oleh orang di sekitar kita. Jangan sampai handphone yang kecil itu memisahkan kita dari teman, saudara, orang tua, anak atau suami/istri.

Item Type: Article
Subjects: H Social Sciences > H Social Sciences (General)
H Social Sciences > HN Social history and conditions. Social problems. Social reform
H Social Sciences > HV Social pathology. Social and public welfare
Divisions: Program Studi Administrasi Publik
Depositing User: I Nengah Merta
Date Deposited: 27 Apr 2023 10:06
Last Modified: 27 Apr 2023 10:06
URI: http://repo.stispolwb.ac.id/id/eprint/120

Actions (login required)

View Item
View Item