Indahnya Pelangi Membuatku tetap Ada di Sini

I Nengah, Merta (2022) Indahnya Pelangi Membuatku tetap Ada di Sini. suratkabarbali.com.

[thumbnail of index.html] Text
index.html - Published Version

Download (62kB)

Abstract

Keniscayaan alam yang sangat memukau nurani dari rekonstruksi keberagaman warna telah ditunjukkan oleh pelangi. Di dalamnya terdapat aneka warna yang bebas merdeka dan saling menunjukkan identitasnya: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Lihatlah “mejikuhibiniu”, selalu hadir secara berimbang, tanpa ada dominasi dan hegemoni. Semuanya merdeka untuk menyatu dan menumbuhkan kesamaan derajat. Pembelajaran yang diberikan alam semesta semakin meneguhkan sebuah keniscayaan bahwasannya perbedaan yang memang tidak bisa dihindari, selalu hadir sebagai keniscayaan itu harus kita hargai, kita syukuri, dan kita hormati. Indahnya pelangi membuatku tetap ada di sini. Aku selalu bangga berada di sini, sebuah negara yang telah berhasil melahirkan bangsa dengan keanekaragaman yang mungkin tidak akan ditemukan pada negara lain. Warna-warni pelangi mengantarkan bangsaku menuju masyarakat yang dialogis dan komunikatif. Aku harus belajar dari alam yang selalu hadir lugu dan polos dalam keseimbangan dan keserasian. Kendati berbudaya, aku harus belajar dan kembali kepada alam.
Alam dengan mudah saling memahami perbedaan. Namun mengapa isi alam (terutama manusia) masih ada yang mempermasalahkan perbedaan? Bahkan, larut dalam kebencian yang mendalam sampai manusia lupa terjadi kerusakan sebuah kehidupan bernegara dengan makian, dasar negaranya dihina, pemimpinnya dihina, produknya dicela. Elemen bangsaku harus sadar sepenuhnya bahwa negara ini sedang dianiaya oleh secuil warna pelangi yang akan menghancurkan negerinya sendiri. Mungkin inilah yang dimaksud oleh Habermas (1987) bahwa paradigma filsafat kesadaran sudah kehabisan tenaganya. Ketamakan manusia telah pula mencederai kesadaran, lalu membangun kesadaran palsu, menghadirkan kepatuhan semu, dan pura-pura merajut kebersamaan yang juga bisa saja palsu karena dibalut raut yang sengaja diperhalus.
Bukan serangan negara-negara Adidaya yang membuat bumi pertiwi tenggelam, tetapi sadarilah negeri ini sedang dibocori penumpangnya sendiri. Akankah Ibu Pertiwiku menyerah? Jawabannya “tidak”. Lelah boleh! tetapi jangan pernah menyerah. Menyerah berarti tenggelam. Pelangi memang realita alam. Namun, kehadirannya sewaktu-waktu menggelitik manusia untuk merefleksikan kembali kehidupan kemanusiaannya dalam konteks kebersamaan dengan orang lain, apapun ikatan kebersamaan itu. Sebagai mahluk sosial, ia hanya dapat hidup dengan dan bersama orang lain. Setiap insan juga harus sadar bahwa di dalam dirinya, di dalam hatinya, di dalam pikirannya, di dalam janjinya, dan di dalam kenyataannya, sesungguhnya ia dapat menghadirkan orang lain, sebagaimana juga ia dihadirkan oleh orang lain sebagai manusia yang harus diterima dan dihargai, baik pada tataran individu maupun pada tataran komunal. Dalam ajaran agama, manusia dikonstruksikan hadir sebagai gambaran dan citra Penciptanya. Olehnya, kekayaan dan keindahan warna pelangi merepresentasikan pula sebagian dari gambaran atau citra Penciptanya. Renungkan pula secara kultural-natural, bahwa Sang Pelangi sewaktu-waktu Hadir, dan akan tetap Hadir untuk menggelitik Sang Nurani lagi.
Selamat Hari Pancasila, semoga indahnya pelangi selalu menjadi semangat dan motivator terhebat untuk kita. Mari bersama menjaga kapal besar Indonesia agar terus mengarungi Samudra Bangsa, menjadi bangsa yang hadir bersama bangsa besar lainnya. Jangan lupa bumikan semangat untuk bangkit bersama membangun peradaban dunia.

Item Type: Article
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > B Philosophy (General)
H Social Sciences > H Social Sciences (General)
L Education > L Education (General)
Divisions: Program Studi Administrasi Publik
Depositing User: I Nengah Merta
Date Deposited: 27 Apr 2023 10:06
Last Modified: 27 Apr 2023 10:06
URI: http://repo.stispolwb.ac.id/id/eprint/121

Actions (login required)

View Item
View Item